Page 50 - katalog
P. 50

Tradisi le ndawi di suku Lani (le artinya menangis, sedangkan ndawi

         artinya menyanyi atau nyanyian) jadi ada salah satu orang yang akan mengelanturkan
         nyanyian – nyanyian dalam bahasa lani lalu yang lainnya akan melanjutkan nyanyian

         tersebut dengan suara tangisan. Nah, untuk liriknya tidak menentu atau bahkan tidak

         ada karena biasanya nyayinyan tersebut dilanturkan secara spontan dan sesuai

         suasana. Penggunaan bahasa dan ratapan Le ndawi dalam upacara atau ritual

         disesuaikan dengan tujuan dan acaranya. Ritual kematian Le ndawi memiliki lirik

         yang berbeda dengan ritual adat pada umumnya seperti penyambutan tamu dan bagi

         anak-anak yang baru saja pulang dari perantauan, pamitan kepada anak-anak

         merantau, dan bagi mereka yang tinggal di negeri asing. Nilai yang ingin disampaikan

         dari tradisi ini yaitu supaya bisa meratapi kepergian sanak saudara dengan kesedihan
         yang sangat mendalam dan untuk menyampaikan kepada anak-anak yang pulang

         rantau bahwa mereka sebagai orang tua sangat bangga karena telah meyelesaikan

         pendidikan dengan baik di negeri orang. (Jika ingin mendengar salah satu le ndawi di

         acara duka bisa di dengar di : https://www.youtube.com/watch?v=heg41Oo6Ric


                   Masyarakat suku Lani memiliki suatu kebiasaan dimana setiap hasil panen
         yang pertama yang terbaik harus dikasih ke gereja untuk persembahan sebagai rasa

         syukur kepada Tuhan karena sudah memberkati tanah yang subur untuk menanam

         berbagai jenis tanaman. Nilai yang dipercaya oleh masyarakat suku Lani mengenai

         tradisi ini yaitu memmilki rasa syukur karena hasil panen yang bagus dan nilai kedua
         yang terdapat dalam tradisi ini yaitu mengutamakan Tuhan dalam segala hal. Tradisi

         ini biasannya kami sebut “Allah ake pugu”.

                   Satu hal yang paling unik di suku Lani, perihal gigi tercabut yaitu jika gigi

         mereka tercabut maka mereka akan membuang gigi tersebut ke atap honai (ongger)

         dengan harapan gigi mereka akan cepat tumbuh dengan cara seperti itu, hal ini
         diterapkan oleh anak anak di Tolikara. Biasanya orang tua menceritakan tetang hal

         seperti ini supaya anak anak mereka tidak merasa takut untuk mencabut gigi.
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55